Kisah Nyata Ketegaran Gadis Desa yang Tidak Diterima SNMPTN Tulis

Pengumuman penerimaan SNMPTN tulis telah ada sejak kemarin petang pukul 19.00 WIB. Beratus ribu pendaftar terus menongkrongi komputer untuk melihat buah usaha yang mereka dapat. Sejak pengumuman keluar ada yang senang karena impiannya terkabul, namun banyak juga yang merasa kecewa dengan hasil dari usaha mereka yang belum dapat terwujud saat ini. Bagi mereka yang diterima ini merupakan momen yang menentukan masa depan dan wajib dirayakan, sedangkan bagi yang kurang beruntung mungkin banyak yang lebih mengurung diri dan tertutup dengan alasan tersebut. Mereka mengeblame diri kenapa harus begini. Walaupun saya yakin tidak semuanya, bersyukur bagi mereka yang tetap tenang saat ini.

Namun di balik itu semua ada sebuah kisah nyata dan menarik untuk disimak sejenak bagi kita semua tentang ketegaran seorang gadis desa pendaftar SNMPTN yang dengan tegarnya menjawab dengan tenang bahwa dia ikhlas akan kenyataan bahwa dia tidak diterima di sebuah fakultas PTN favorit di Jogja, dan tetap ingin melanjutkan studinya di perguruan tinggi swasta lain jauh dari impiannya. Dia berasal dari sebuah desa kecil di Gunungkidul, dia tepatnya adik kelas saya. Dan dia mengijinkan saya untuk menulis tentang dia untuk memberikan motivasi bagi mereka yang senasib dengannya.

Awal setelah kelulusan adik kelas, saya mendapat kabar dari seorang guru yang selama ini memotivasi saya hingga sampai pada saya yang sekarang ini bahwa ada bebarapa anak dari SMA tempat saya dahulu mengejar ilmu ingin mendaftarkan diri di SNMPTN tulis. Salah satunya adalah wanita tersebut. Dia dari golongan ekonomi yang kurang mampu yang mencoba sedikit peruntungan dengan mendaftar di PTN yang merakyat.

Bermula dari uang pendaftaran yang tidak ada, orang tua wanita tersebut menjual sapi untuk mendapatkan uang pendaftaran. Setelah mendapatkan uang, dia melakukan pendaftaran di bank mandiri yang jaraknya 22 km dari tempat tinggal dan yang penuh sesak dengan pendaftar yang lain. Setelah mendapatkan pin untuk login, ada satu masalah yang harus ditemui, banyak warnet disekeliling bank, namun tidak ada yang bisa print. Dan ada masalah lagi pada saat melakukan pengisian SPMA. Isi form, tetapi saat di print menjadi dua lembar, begitu katanya walau saya sedikit kurang tahu bagaimana karena jelas berbeda dengan tahun yang lalu.

Karena ada masalah diatas, daripada bolak-balik ke warnet, guru saya menyuruh dia untuk pergi ke tempat tinggal guru saya di Piyungan. Setelah di Piyungan masalah form mau diselesaikan, tetapi ternyata tidak bisa. Hingga akhirnya ibu guru saya dan dia datang secara langsung ke bagian administrasi kampus tersebut. Dan tidak hanya satu kali mengurus, tetapi berkali-kali bolak-balik sampai akhirnya benar-benar dapat clear.

Setelah semua selesai, satu masalah lagi timbul, yakni tempat dia akan tinggal selama ujian. Tidak adanya saudara di Jogja membuat dia terpaksa kost yang jaraknya ke tempat ujian ternyata masih sangat jauh juga. Dia tidak seperti peserta lain yang diantar, dia naik bus dengan membawa resiko terlambat. Karena untuk ke tempat ujian dia harus jalan kaki ke halte bus, setelah itu masih juga harus berjalan kaki sekitar 1 km setelah turun dari bus ke tempat ujian.

Pada hari pertama ujian dia mengaku tidak sarapan karena takut ketinggalan bus, karena jarak kost dan jalan raya yang lumayan jauh, begitu juga pada seterusnya. Pada saat menunggu hasil pengumuman pun keluarga mendapatkan cobaan, kakak dari wanita tersebut mendapatkan cobaan harus operasi dan menelan biaya 14 juta. Dia mengaku itu pun dari hutang. Puji Tuhan tegar sekali. Saat itu dia sudah pasrah, karena saat diterima pun mungkin dia tidak akan dapat membayar uang registrasi, begitu tuturnya. Setelah ujian dia berniat bayar, namun karena dikasihani ibu kost dia tidak disuruh bayar sepeserpun.

Hingga hari yang ditunggu tiba, saya membukakan hasilnya dengan ijin dari dia, karena disana jauh dari warnet. Saya pada waktu itu sungguh berharap akan lolosnya dia, melihat bagaimana usahanya dari awal. Bagaimana dia memaksimalkan ujian nasional, dan berhasil menjadi yang terbaik di sekolahnya. Namun kenyataan berbicara lain, ada suatu rencana lain yang mengharuskan dia untuk tidak kuliah di kampus impiannya. Walau begitu, dia berkata tetap ikhlas akan semuanya dan berencana mencoba ke kampus lain yang memiliki biaya murah atau bahkan jika bisa tanpa biaya khusus untuk dia mengingat kondisi ekonomi dan cobaan yang baru datang.

Bagi anda yang mungkin tidak diterima, cobalah hayati kisah nyata di atas. Mencobalah untuk tegar, sebagaimana wanita tersebut. Usaha keras yang lalu jadikan evaluasi dan motivasi untuk lebih maju kedepannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar