JAKARTA (Pos Kota)- Kekacauan penyelenggaraan ujian nasional (UN) SMA
tahun 2013 membuka peluang terjadinya kecurangan baik di tingkat
sekolah, dinas maupun tim penilai. Situasi tersebut dikhawatirkan
mengurangi akurasi dan validitas nilai yang diperoleh siswa.
Karena itu menurut Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI) Sulistiyo, sebaiknya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak
menjadikan hasil UN sebagai dasar penerimaan seleksi nasional masuk
perguruan tinggi negeri (SNMPTN).
“Kalau hasilnya saja diragukan akurasi dan validitasnya, bagaimana
mungkin bisa dijadikan dasar untuk seleksi penerimaan calon mahasiswa,”
kata Sulistiyo usai berdialog dengan Mendikbud muhammad Nuh, kemarin.
Menurutnya, ketidakserentakan UN yang menjadi pokok persoalan
kekacauan penyelenggaran UN tahun ini telah menyebabkan UN semakin
anjlok kredibilitasnya. Apapun hasil dari UN SMA 2013, tidak bisa
sepenuhnya menjadi cermin keberhasilan proses pendidikan secara
nasional.
Karena itu, kata Sulistiyo, selain perlunya dibatalkan UN sebagai
dasar seleksi SNMPTN, pemerintah sudah saatnya meninjau ulang UN. “Perlu
dirumuskan model evaluasi yang tepat, obyektif dan kredibel untuk
menghasilkan standar kelulusan yang ditetapkan dengan tidak melanggar
perundang-undangan yang berlaku,” lanjut Sulistiyo.
KEHADIRAN POLISI
Sepanjang UN berLangsung, diakui banyak keluhan dan masukan dari masyarakat yang masuk ke posko UN PGRI. Diantaranya soal keterlibatan polisi dan perguruan tinggi dalam pelaksanaan dan pengawasan UN.
Sepanjang UN berLangsung, diakui banyak keluhan dan masukan dari masyarakat yang masuk ke posko UN PGRI. Diantaranya soal keterlibatan polisi dan perguruan tinggi dalam pelaksanaan dan pengawasan UN.
Pengawasan yang berlebihan di ruang ujian menurut Sulistiyo
mengesankan bahwa sekolah seolah-olah sarang penyamun dan sumber tindak
kriminalitas. Seolah UN menjadi ajang bagi siswa untuk berbuat curang
dan kriminal.
Padahal semestinya, UN selain sebagai ajang ujian secara akademik, sekaligus menjadi ajang pembuktian adanya nilai-nilai etika, budi pekerti dan karakter siswa.
Padahal semestinya, UN selain sebagai ajang ujian secara akademik, sekaligus menjadi ajang pembuktian adanya nilai-nilai etika, budi pekerti dan karakter siswa.
“Kalau ada siswa yang nyontek atau pakai joki, itu artinya sekolah
gagal mendidik siswa, gagal menjadikan siswa sosok yang berkarakter
baik,” kata Sulistiyo.
Kedepan, PGRI berharap agar pemerintah menunda UN sambil menyiapkan
perangkat pendidikan yang lebih memadai. Termasuk pengadaan sarana
prasarana pendidilkan dan pemerataan guru untuk semua daerah.”Kalau
sarana prasarana sudah bagus, SDM merata, sistem berjalan baik, silakan
UN diadakan,” pungas Sulistiyo.(Inung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar