SURABAYA - Pemerintah diminta mengaji kembali penggunaan Ujian Nasional (UN) sebagai salah satu kriteria penilaian keberhasilan seorang siswa yang menempuh jalur undangan. Diduga banyak pihak Sekolah Menengah Atas (SMA) yang melakukan rekayasa nilai rapor untuk meloloskan siswanya masuk ke perguruan tinggi melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
“Dalam forum rektor seluruh Indonesia di Jakarta minggu lalu terungkap, bagaimana perilaku teman-teman SMA (pengajar) dalam membuat rapor. Ada rektor di Palembang menemukan seorang siswa sampai punya tiga rapor (rapor kelas satu dan kelas duanya bersih-bersih (kosong), nanti baru diisi saat kelas tiga,” kata Rektor Universitas Airlangga Surabaya, M Nasih di Surabaya, Senin (23/11).
Nasih menegaskan, upaya rekayasa nilai itu tidak sehat karena membuat persaingan masuk perguruan tinggi khususnya lewat jalur SNMPTN tidak adil. “Ini persaingan yang tidak fair, bagaimana kita bisa membedakan nilai 9 sebuah sekolah di Papua dengan Surabaya. Bahkan kajian terakhir menunjukkan lebih banyak mahasiswa dari jalur reguler yang indeks prestasinya tinggi dibanding jalur undangan,” tuturnya.
Oleh karena itu, ia berharap, penyelenggaraan UN yang telah menyita waktu, tenaga, dan dana besar dipertimbangkan kembali sebagai syarat masuk perguruan tinggi.
Ia mengatakan, jika polanya seperti itu (rekayasa nilai rapor) maka sulit bagi kalangan perguruan tinggi menggunaan rapor sebagai dasar penerimaan mahasiswa. “Perlu dikembangkan model rapor bukan satu-satunya sebagai syarat atau penentu masuk perguruan tinggi. Pak Menteri (Mendikti) sudah menyampaikan bahwa UN harus masuk sebagai pertimbangan. Hanya kapan masih perlu diselaraskan,” ungkap Nasih.
Penurunan Anggaran
Terkait dengan turunnya anggaran Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristek Dikti) dalam RAPBN 2016, Nasih berpendapat bahwa hal tersebut akan berdampak luas, di antaranya pengurangan BOPTN (Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri), dan beasiswa dosen S2 dan S3.
Seperti diektahui bahwa dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran (TA) 2016, anggaran Kemenristekdikti mengalami penurunan sebesar 5,6 triliun rupiah bila dibandingkan dengan APBN Perubahan 2015 yang berjumlah 43,6 triliun rupiah.
Dengan turunnya anngaran tersebut, kata dia, diperkirakan BOPTN yang akan disalurkan tinggal separuh dari 200 miliar rupiah seperti yang ada di APBN 2015.
“Tentu harus ada penghematan di sana-sini. Namun ini bisa menjadi kesempatan untuk menerapkan CBT- SBMPTN (Computer Based Test - Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri), karena lebih efisien. Tidak perlu pengeluaran untuk mencetak soal, tenaga pengawaa sedikit, dan lainnya,” papar dia.
Sayangnya, kata dia, pemberlakuan CBT- SBMPTN belum bisa diberlakukan waktu dekat karena masalah kesiapan perangkat keras di masing-masing perguruan tinggi.
Sumber gambar : http://iwanwahyu.mywapblog.com/disebuah-ruang-kelas-sma.xhtml
Tidak ada komentar:
Posting Komentar